Kerusakan lingkungan khususnya hutan mangrove di Kota Batam, Kepulauan Riau, terus terjadi dari waktu ke waktu. Pengrusakan hutan mangrove itu umumnya dilakukan dengan cara menimbun pohon bakau sedikit demi sedikit, setelah sebelumnya memangkas sebuah bukit untuk diambil tanahnya. Dua pengrusakan- jika tidak ingin menyebutnya kejahatan, lingkungan sekaligus.
Pengrusakan ini pun secara langsung merusak ekosistem hutan mangrove, dan memengaruhi kehidupan masyarakat sekitar. Untuk itu, Akar Bhumi Indonesia dalam beberapa kasus mengadvokasi masyarakat dalam menghadapi pengrusakan lingkungan. Beberapa di antaranya bahkan langsung dihentikan hingga berkas-berkas yang diperlukan dapat dipenuhi.
Akar Bhumi Indonesia tidak memiliki kawan atau lawan abadi. Karena jika ada pihak yang punya komitmen untuk membuat perubahan positif, akan kami gandeng hingga perubahan ke arah yang lebih baik itu terwujud. Namun, jika komitmen itu berubah atau tidak dijalankan, maka kami akan semakin lantang bersuara.
Dari banyak kasus kerusakan lingkungan yang terjadi, beberapa di antaranya adalah;
SMK Negeri 9 Batam di Pancur Pelabuhan, Tanjung Piayu, Sei Beduk, Kota Batam.
Pembangunan sekolah ini menyalahi aturan karena dibangun di atas kawasan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) hutan bakau. Selain itu, masyarakat sekitar juga resah akibat masalah yang ditimbulkan pada proses pengerjaan pembangunan sekolah tersebut. Seperti tumpahan tanah di jalan dari aktivitas truk-truk di sana, serta menyempitnya drainase warga yang beberapa kali menyebabkan banjir saat curah hujan tinggi. Setelah ditolak oleh Akar Bhumi Indonesia dan masyarakat, pembangunan SMK Negeri 9 Batam pun diberhentikan sementara oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam pada Februari 2021.
Perumahan Buana Garden di Tanjung Piayu, Sei Beduk Kota Batam.
Pembangunan proyek perumahan dan kavling ini terbukti menimbun hutan mangrove yang masuk ke dalam kawasan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL). Penimbunan yang diduga tidak mengantungi AMDAL itu terjadi pada pertengahan tahun 2020, dan terancam melanggar Peraturan Pemerintah No 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan,
Penimbunan itu juga melanggar Undang-undang Pesisir No 27 tahun 2007 junto Undang-undang No 1 tahun 2014 tentang penggelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil yang mengatur tentang perlindungan ekosistem manggrove di luar kawasan hutan.
Patam Lestari, Sekupang, Kota Batam
Proyek perumahan dan kaveling itu telah menimbun hutan mangrove hingga 15 hektare, dan luasnya diperkirakan terus bertambah. Aktivitas penimbunan itu sendiri telah menutup daerah resapan air di sekitar lokasi dan mempersempit aliran sungai. Akibatnya, penimbunan akan merusak ekosistem yang ada dan mengancam biota laut di sungai. Persoalan itu telah dilaporkan ke DLH Kota Batam, BPPH LHK Regional Sumatera, DLHK Provinsi Kepri, KPHL II Batam, dan BPDASHL Sei Jang, Duriangkang untuk menindak lanjuti permasalahan tersebut. Lalu pada Februari 2021, DLH Kota Batam pun mengeluarkan surat penghentian proyek tersebut.
Pemotongan Bukit dan Penimbunan Hutan Mangrove di Kampun Belian, Batam Kota, Kota Batam
Proyek itu dikerjakan untuk membuat jalan penghubung antara Kampung Belian Tua dan Proyek Glory Hill (Glory Point Grup) di Botania I Kelurahan Belian, Kecamatan Batam Kota. Belakangan terungkap kalau pengerjaan pembangunan jalan sepanjang 3095 meter dengan row jalan 35 meter itu masuk dalam kawasan hutan lindung. Tim Seksi Gakkum DLHK Kepri telah melakukan inspeksi mendadak (sidak) meninjau lokasi. Meski belum ada laporan mengenai rincian pelanggaran di sana, tim Seksi Gakkum DLHK Kepri telah membuat laporan resmi guna menindaklanjuti proyek ilegal tersebut.
Sementara DLH Kota Batam menyebut bahwa proyek tersebut belum memilik izin persetujuan lingkungan seperti Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Lalu BP Batam juga mengatakan bahwa pemotongan bukit yang dilakukan pihak pengembang belum memiliki izin cut and fill.
Aktivitas Galangan Kapal di Teluk Lengung, Nongsa, Kota Batam
Galangan kapal milik PT Jagar Prima Nusantara (JPN) ini terletak di area hutan lindung Tanjung Kasam, Teluk Lengung yang berbatasan langsung dengan kawasan tangkapan air, dan diduga tidak memiliki izin. Legalitas perusahaan tersebut bahlan tidak diketahui oleh Lurah Kabil.
Pihak PT JPN pun membantah tudingan yang menyebutkan lokasi perusahaan berada di kawasan hutan lindung. Selain itu, aktivitas kapal di perusahaan itu juga disebutkan sudah mendapat izin dari Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Batam. Belakangan klaim ini kemudian dibantah oleh KSOP Batam yang mengaku tidak mengeluarkan izin untuk aktivitas kapal di PT JPN. Sementara Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) unit II Kota Batam menyebutkan lokasi galangan kapal PT JPN berada di wilayah Hutan Lindung Daerah Cakupan Luas serta bernilai Strategis (DPCLS) Kota Batam. PT JPN juga disebut tidak mengantungi izin penggunaan atau pemanfaatan kawasan hutan.
Recent Comments